Laman

Sabtu, 11 Februari 2012

Ayah

Ayah mertuaku sudah terbaring di rumah sakit 2 minggu lebih. Dan suamiku sudah pulang 2 minggu berturut-turut (setiap hari sabtu dan minggu). Suamiku lahir dan dibesarkan di Bandung, sedangkan sekarang keluarga kami tinggal di daerah Jakarta, butuh waktu 3 - 4 jam untuk pulang ke Bandung.

Ayah mertuaku sudah berumur 84 tahun. Yah umur yang cukup untuk menikmati hidup dan menyatakan kebaikan Tuhan di dalam hidupnya. Bulan Desember kemarin dia meminta CD foto kami terakhir kali, karena dia mau mencetak foto close up-nya. (Papa meminta foto sendiri pada saat kami melakukan foto keluarga) Dia merasa kalau hidupnya sudah tidak akan lama lagi. Saat itu papa hanya sering merasa punggungnya gatal dan susah tidur.

Aku tidak sependapat dengan dia (ayah mertuaku). Menurutku hidupnya masih panjang, karena menurutku sakitnya tidak begitu berat, hanya sakit sebagaimana orang tua. Sebelum kepulangan suamiku yang terakhir, aku sempat menyatakan rasa keberatanku, karena menurutku papa akan baik-baik saja (toh dia juga sudah diperkenankan keluar dari ICU, setelah dokter melakukan penyedotan air yang ada di dalam paru-parunya.) Aku menganggap keluarga kami juga penting, adalah hal yang penting buat kami sekeluarga melakukan refreshing setelah 1 minggu beraktifitas. Setelah debat kecil yang kami lakukan, dia juga akhinrya mengiyakan untuk tidak ke Bandung minggu ini. Aku merasakan kepuasan setelah berhasil membujuknya.

Tidak lama kemudian aku berbaring sambil memandangi anakku. Begitu lucu dan imutnya anak sematawayangku ini. Anakku saat ini berumur 1 tahun 7 bulan. Aku mulai berpikir bagaimana nanti kalau dia sudah besar, kalau dia sudah dewasa dan suatu saat nanti dia akan menikah. Dia akan jauh dariku. Tiba-tiba rasa sedih itu datang. Jika dia sudah menikah nanti dia akan hidup jauh dariku, aku pasti akan sangat merindukan kedatangannya setiap minggu. Bagaimana jika nanti dia banyak kerjaan atau keluarga barunya akan menyibukkan dia?  Oh Tuhan, apa yang sedang kulakukan? Aku takut nantinya istri anakku aka menjauhkan dia (anakku) dariku sedangkan sekarang ini aku sedang melakukan hal yang sama kepada suamiku.

Walaupun dia (suamiku) sudah memiliki keluarga kecilnya sendiri, dia juga masih keluarga dari orang tuanya. Walaupun dia adalah papip dari anakku (papip adalah sebutan anak kami untuk papanya), tetapi dia tetap seorang anak bagi papanya. Aku sungguh sangat menyesali keegoisanku. Aku menghampiri suamiku dan mengatakan dia boleh ke Bandung minggu ini. Dia sangat senang dan bertanya kenapa aku berubah pikiran. Aku menjawab karena minggu depannya lagi dia harus menemaniku ke pernikahan temanku.

Setelah sampai di Bandung dia mengirimkan SMS kepadaku mengatakan kalau kondisi papa agak buruk. Dia tidak meneleponku karena papa tidak boleh banyak berbicara dan bertanya. Papa kehillangan banyak oksigen di dalam tubuhnya sehingga kaki dan tangannya menjadi dingin.  Pada saat ada kesempatan dia meneleponku, aku memberikan semangat kepada suamiku walaupun dia terlihat letih, 2 jam kemudian dia meneleponku dan mengatakan papa sudah pergi. Oh My God..   Papa...   Aku bahkan belum sempat bertemu untuk terakhir kalinya. Kenapa semuanya terasa begitu cepat? Kenapa aku selalu merasa kalau papa belum akan meninggal? Penyesalan memang selalu datang terlambat, yang perlu aku pelajari disini adalah untuk semua orang yag kamu cintai harus kamu berikan yang terbaik, seakan-akan ini adalah hari terakhirmu di dunia.

Rest in Peace, My father Thomas Yuta Kuswara









1 komentar: