Laman

Rabu, 04 Januari 2012

Suka Duka di Kantor Imigrasi


Saya sudah membuat paspor kurang lebih 1 tahun yang lalu. Walaupun saat itu belum ada rencana pasti untuk bepergian.
Nah untuk lebih jelasnya ini nih suka duka proses pembuatan paspor yang saya alami. Tadinya, suamiku meminta bantuan orang kantornya supaya dapat dipermudah. Harga yang diminta saat itu 500 ribu per-orang. Yang akan membuat paspor adalah saya dan Jerome (anakku). Suamiku sudah dibuatkan dari tempatnya bekerja.
Setelah dipikir dan ditimbang, kita pun sepakat untuk membuat paspor dengan usaha sendiri, ketimbang harus membayar 1 juta rupiah.

Saat itu bulan Desember, tanggal belasan kalau tidak salah. Suamiku pergi untuk mengambil formulir dan diisi (dibawa pulang). Harga formulir 12 ribu. Dan untuk 2 orang berarti 24 ribu. Pembuatan paspor kami dilakukan di daerah Cipinang mengingat tempat itu lebih dekat ke kantor suamiku (rencananya suamiku yang akan bolak balik ke sana).
Setelah formulir diisi dan kelengkapan surat-surat dibawa. Suamiku pergi ke kantor pembuatan paspor dan mengantri (dia ijin masuk siang ke kantor). Dia sampai disitu jam 8 pagi dan antrian sudah sangat panjang (dari lantai 2 sampai lantai 1 depan pintu masuk). Setelah mengantri,  ternyata dia diberikan secarik kertas untuk jadwal kedatangan berikutnya. Jadi dia mengantri hanya untuk mengambil jadwal kedatangan berikutnya. Wow..

Karena sudah 2 kali minta ijin masuk siang dari kantornya, maka dia meminta saya untuk datang ke kantor cipinang pada jadwal berikutnya yang ditentukan.  Saya datang 3 hari kemudian. Sesuai dengan jadwal yang ditentukan. Saya mengantri urutan 265. Dalam sehari sepertinya hanya melayani pembuatan paspor sebanyak 350 buah. Setelah lama mengantri ternyata tiba waktu istirahat. Saya pergi makan dan cepat-cepat kembali lagi karena takut terlewat. Waduh ternyata semua petugas kantor imigrasi makan siang juga. Jadi tidak ada loket yang dibuka pada saat makan siang. Berbeda dengan di bank yang petugasnya makan secara bergilir.  Sambil menunggu saya duduk di lantai (banyak juga orang yang duduk di lantai).  Nama saya baru dipanggil jam 6 malam. (Seharusnya kantornya tutup jam 5). Tertinggal sisa 3 orang terakhir. Saya diberikan secarik kertas untuk kedatangan berikutnya bersama anak saya untuk di foto dan diambil sidik jarinya. Waktu pulang sandal saya putus dan saya harus berjalan tanpa sandal ke toko terdekat. Hari yang melelahkan. T_T

Sekitar 1 mingu kemudian, saya dan anak saya bersama mbak (yang menjaga anak saya) pergi ke kantor imigrasi untuk di foto. Suami saya sudah terlebih dahulu ke sana untuk mengambil no antrian. Kita kebagian nomor 526 (untuk sesi foto penomoran dimulai dari angka 401). Untungnya pengambilan foto kami dilakukan pas sebelum makan siang. Saya tidak terbayang apabila anak saya harus menunggu sampai jam 6 atau jam 7 malam.

Setelah sesi foto, saya dibagi secarik kertas untuk pengambilan paspor. Waktu itu tanggal 23 Desember. Dan paspor akan selesai pada tanggal 5 Januari. Wow.. Proses pembuatan paspor hampir 1 bulan. Jerih payahku terbayar sudah. Pembayaran paspor saya dan anak sebesar  510 ribu rupiah.

Kakakku membuat paspor pada tanggal 23 Desember dan selesai pada 27 Desember. Proses yang sangat kilat. 3 Buah paspor ditunjukkan kepada kami. Dengan ongkos jasa masing-masing orang 700 ribu. Saya jadi teringat proses antrian saya yang begitu lama, mungkin disebabkan oleh sekian banyak orang yang memotong antrian, mengambil jalan pintas dan membayar lebih. Sungguh suatu kebiasaan buruk yang harus diubah oleh rakyat bangsa ini.

Salam



1 komentar:

  1. hallo Jeng Tini, salam kenal.
    Terharu baca perjuangannya di Imigrasi, sampe sendalnya putus.
    Sama juga jeng, saya juga waktu urus paspor dulu malah sampe nangis ditengah jalan, karena kesal dengan petugas imigrasi yang senengnya bikin orang bolak-balik.

    BalasHapus